Barang/jasa publik adalah barang yang pengunaannya terkait dengan kepentingan masyarakat banyak baik secara berkelompok maupun secara umum, sedangkan barang/jasa privat merupakan barang yang hanya digunakan secara individual atau kelompok tertentu. Berdasarkan atas penggolongan ini maka suatu barang atau jasa dapat saja dikategorikan atas barang publik tapi dapat juga dikategorikan atas barang privat tergantung pada penggunaannya. Sebagai contoh, mobil bila digunakan untuk usaha angkutan penumpang umum maka dikategorikan sebagai barang publik, tapi bila digunakan untuk kepentingan pribadi maka dikategorikan sebagai barang privat. Terdapat beragam pemahaman terkait dengan public procurement, tergantung pada cara pandangnya. Mengacu pada pengertian umum tentang pengadaan tersebut maka public procurement dapat dipahami dari sudut pandang obyek pengadaan, pelaksana pengadaan, dan sumber dana untuk mengadakan.
Menurut Edquist et al (2000) pada prinsipnya, pengadaan publik (Public Procurement) adalah proses akuisisi yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik untuk mendapatkan barang (goods), bangunan (works), dan jasa (services) secara transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Dalam hal ini, pengguna bisa individu (pejabat), unit organisasi (dinas, fakultas, dsb), atau kelompok masyarakat luas.
Dari pengertian ini maka yang dimaksud dengan public procurement ditentukan oleh siapa yang melaksanakan pengadaan bukan oleh obyek dari barang/jasanya. Bila dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka dikategorikan sebagai public procurement, namun jika dilakukan oleh institusi privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement. Dalam hal ini jika institusi pemerintah maka istilah pengadaan pemeritah (government procurement) akan lebih sesuai.
Berdasarkan atas penggunanya, Edquist et all (2000) membedakan public procurement atas direct procurement dan catalic procurement. Pada direct public procurement, Institusi Publik menjadi Pelaksana Pengadaan sekaligus merupakan pengguna dari barang/jasa yang diadakan, oleh sebab itu secara intrinsik motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari Pelaksana Pengadaan yang sekaligus juga penggunanya.
Sedangkan pada catalic procurement, Pelaksana Pengadaan melakukan pengadaan atas nama dan untuk pengguna barang/jasa, namun motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari Pelaksana Pengadaan bukan dari penggunanya.
Selain kedua tipe pengadaan tersebut, dikenal pula tipe campuran yang disebut cooperative public procurement, dimana Pelaksana Pengadaan melakukan pengadaan atas nama dan untuk pengguna barang/jasa, namun motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari pengguna atau motivasi kebutuhan dari pengguna dan pengusulan pengadaan dan pelaksanaan pengadaan dilakukan oleh Pelaksana Pengadaan.
Sebagai contoh tipe cooperatif adalah pembangunan pasar, usulan pembangunan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota (Dinas Pasar) bukan oleh penggunanya (pedagang pasar dan masyarakat konsumen) dan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah propinsi.
Selain penggolongan diatas, ditinjau dari sumber dana yang digunakan untuk pengadaan barang/jasa, maka yang dimaksud dengan public procurement adalah kegiatan pengadaan yang sumber dananya berasal dari pemerintah atau institusi publik. Dalam hal ini Indonesia menggunakan pemahaman ini untuk membedakan antara public procurement dan private procurement.
Semua pengadaan yang sumber dananya dari pemerintah baik melalui APBN, APBD, maupun perolehan dana masyarakat yang dikelola oleh institusi pemerintah dikategorikan sebagai public procurement, oleh sebab itu seluruh kegiatan dan proses pengadaannya harus mengacu dan mengikuti Perpers No. 54 tahun 2010.
Sumber: Jurnal LKPP 20121206